Wahai Saudaraku ....Kemana lagi engkau akan kembali selain kepada Alloh Swt

Wahai para pencari ketenangan sesungguhnya ketenangan sejati ketika engkau bisa mengenal Alloh...Wahai para pencari ke ridhoan sesungguhnya hanya dari kerihoan Alloh saja yang akan menyelamatkan...Wahai para pencari kesenangan sesungguhnya kesenangan sejati hanya dari Alloh saja kelak ...

Rabu, 04 Februari 2009

Kewalian3

Yahya bin Mu’adz mengatakan, “Seorang wali adalah wewangian Allah di bumi, yang dicium baunya oleh para shiddiqin, hingga bau itu menyentuh kalbunya, sampai mereka terbelenggu rindu pada Tuhannya, Ibadat mereka senantiasa bertambah menurut derajat akhlaknya.”

Muhammad al Wasithy ditanya, “Bagaimana seorang wali dibesarkan dalam kewaliannya?” Dia menjawab, “Pada awalnya, dia dibesarkan dengan ibadatnya. Untuk mencapai kematangannya, dia dibesarkan dengan tabir melalui kelembutan-Nya. Kemudian Dia mengembalikannya ke dalam sifat-sifatnya yang terdahulu; dan akhirnya Dia menjadikannya menikmati rasa keteguhannya dalarn waktu-waktunya.”
Dikatakan, “Tanda kewalian ada tiga: Dia sibuk dengan Allah swt, dia lari kepada Allah swt, dan dia hanya bercita-cita kepada Allah swt.” Al-Kharraz berkata, “Jika Allah swt. berkehendak mengangkat salah seorang hamba-Nya menjadi wali, maka Dia akan membuka baginya pintu gerbang dzikir kepada-Nya. Jika dia telah merasakan manisnya dzikir, maka Dia akan membukakan baginya pintu kedekatan. Lantas dinaikkan ke tahta kesukacitaan ruhani. Kemudian dia ditempatkan­Nya di atas tahta tauhid. Kemudian dibukalah tabir dan dimasukkan ke dalam rumah Ketunggalan. Disibakkan baginya Keagungan dan Kebesaran Ilahi. Manakala matanya memandang Kebesaran dan Keagungan, la tetap tanpa dirinya. Pada saat seperti itu si hamba menjadi fana’. Setelah itu dia akan berada di dalam perlindungan Allah swt, bebas dari kecenderungan dirinya sendiri.”
Abu Turab an-Nakhsyaby mengatakan, “Manakala hati seorang menjadi terbiasa berpaling dari Allah swt, maka kejadian itu diketahui oleh para wali Allah swt.”

Dikatakan, “Salah satu sifat seorang wali adalah bahwa dia tak punya rasa takut, sebab takut adalah suatu keadaan yang dibenci yang menempati di masa datang. Atau menunggu kekasih yang hilang di masa lalu. Sedangkan wali adalah anak waktunya, tak ada gambaran di depan hingga ia harus takut, atau tak ada harapan, karena harapan itu sendiri adalah menunggu yang tercinta untuk datang, atau bahkan yang dibenci kelak terbuka kedoknya. Hal itu juga berada di luar lingkup masa kini. Sang wali juga tak pernah merasa sedih, sebab sedih adalah penderitaan dalam waktu. Bagaimana mungkin orang yang telah merasakan cahaya ridha dan tentramnya selaras dengan­Nya akan tertimpa kesedihan?

Allah swt. berfirman,
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allahitu, tidak ada kekhawatiran pada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (Q.s. Yunus: 62).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar