Wahai Saudaraku ....Kemana lagi engkau akan kembali selain kepada Alloh Swt

Wahai para pencari ketenangan sesungguhnya ketenangan sejati ketika engkau bisa mengenal Alloh...Wahai para pencari ke ridhoan sesungguhnya hanya dari kerihoan Alloh saja yang akan menyelamatkan...Wahai para pencari kesenangan sesungguhnya kesenangan sejati hanya dari Alloh saja kelak ...

Senin, 23 Februari 2009

Tasawuf

Dari Yazid bin Abu Ziyad, dari Abu Juhaifah yang menuturkan, "Pada suatu hari Rasulullah saw keluar menemui kami dengan rozman wajah yang berubah, lalu beliau bersabda:

"Kesucian dunia telah lenyap, yang tinggal hanya kekotoran. Hari ini, kematian adalah penghargaan bagi setiap Muslim." (H.r. Daraquthni, namun riwayat dari Jabir).

Kata Sufi telah menjadi sebutan umum bagi kelompok ini. Jadi seseorang dikatakan seorang Sufi dan kelompoknya disebut Sufiyah. Orang yang berusaha menjadi Sufi disebut mutashawwif, dan jamaahnya disebut mutashawwifah.

Tidak ada bukti etimologis ataupun analogis dengan kata lain dalam bahasa Arab yang bisa diturunkan dari sebutan Sufi. Penafsiran yang paling masuk akal adalah bahwa Sufi banyak serupa dengan laqab (gelar).

Ada orang-orang yang mengatakan bahwa kata Sufi diambil dari kata souf (bulu). Jadi, tashawwuf [tasawuf] digunakan dengan artian "memakai kain bulu", sebagaimana kata taqammus digunakan dengan arti "memakai baju" (qamis). Itu hanya satu pandangan saja. Tapi sesungguhnya kaum Sufi tidak mencirikan dirinya dengan memakai pakaian dari bulu.

Ada pendapat mengatakan bahwa kaum Sufi berhubungan dengan serambi (shuffah) masjid Rasulullah saw. Tetapi kata shuffah tidaklah dihubungkan dengan Sufi.

Kelompok lain mengatakan bahwa kata Sufi berasal dari kata shafa’, yang berarti "kemurnian." Pengaitan kata Sufi dari shafa’ tidaklah mungkin ditinjau dari sudut bahasa. Sebagian orang mengatakan bahwa kata Sufi berasal dari shaff, yang berarti barisan, seakan-akan dikatakan hati mereka ada di barisan depan dalam muhadharah di hadapan Allah swt. Ini memang benar dalam arti. Namun kata Sufi tidak bisa menjadi bentuk fa’il dari kata shaf

Kesimpulannya, kelompok ini begitu terkenal sehingga tidaklah perlu mencari analogi atau penurunan akar kata untuk sebutan bagi mereka.

Setiap orang yang berbicara tentang arti tasawuf, selalu bertanya, apa arti tasawuf? Dan siapa yang disebut Sufi? Setiap ungkapan selalu dikaitkan dengan pengalamannya sendiri. Kami akan menyebutkan sebagian ucapan mereka secara sekilas saja:

Ketika Muhammad Al Jurairy ditanya tentang tasawuf, dia menjelaskan, ‘*Tasawuf berarti memasuki setiap akhlak yang mulia dan keluar dari setiap akhlak yang tercela."

Al Junayd ditanya soal tasawuf, ia menjawab, "Tasawuf artinya Allah mematikan dirimu dari dirimu, dan menghidupkan dirimu dengan-Nya."

Al-Husain bin Manshur Al-Hallaj, ketika.ditanya tentang Sufi menjawab, "Kesendirianku dengan Dzat, tak seorang pun yang menerimanya, dan juga tak menerima siapa pun."

Abu Hamzah Al-Baghdady berkata, "Tanda Sufi yang benar adalah dia menjadi miskin setelah kaya, hina setelah mulia, dan dia bersembunyi setelah terkenal. Tanda seorang Sufi palsu adalah dia menjadi kaya setelah miskin, menjadi obyek penghormatan tinggi setelah mengalami kehinaan, dan dia menjadi masyhur setelah tersembunyi."

Amr bin Utsman Al-Makky ditanya tentang tasawuf, "Tasawuf adalah si hamba berbuat sesuai dengan apa yang paling baik pada saat itu."

Muhammad bin Ali’al-Qashshab mengatakan, "Tasawuf adalah akhlak mulia, dari orang yang mulia, di tengah-tengah kaum yang mulia."

Ketika ditanya tentang tasawuf, Samnun berkata, "Tasawuf berarti engkau tidak memiliki apa pun, tidak pula dimiliki oleh apa pun."

Ruwaym ditanya tentang tasawuf, "Tasawuf artinya menyerahkan diri kepada Allah dalam setiap keadaan apa pun yang dikehendakiNya."

Al Junayd ditanya tentang tasawuf, "Tasawuf adalah engkau berada semata-mata bersama Allah swt. tanpa keterikatan apa pun."

Ruwaym bin Ahmad berkata, "Tasawuf didasarkan pada tiga sifat: memeluk kemiskinan dan kefakiran; mencapai sifat hakikat dengan memberi, dengan cara mendahulukan kepentingan orang lain atas kepentingan diri sendiri; dan meninggalkan sikap menentang dan memilih."

Ma’ruf al-Karkhy menjelaskan, "Tasawuf artinya memihak pada hakikat-hakikat, dan memutuskan harapan dan semua yang ada pada makhluk."

Hamdun al-Qashshar berkata, "Bersahabatlah dengan para Sufi, karena mereka melihat alasan-alasan untuk memaafkan perbuatan-perbuatan yang tak baik, dan bagi mereka perbuatan-perbuatan baik pun bukan sesuatu yang besar, bahkan mereka bukan menganggapmu besar karena mengerjakannya."

Al-Kharraz menjawab, ketika ditanya tentang ahli tasawuf, "Mereka adalah kelompok manusia yang mengalami pelapangan, yang mencampakkan segala milik mereka sampai mereka kehilangan segala-galanya. Kemudian mereka diseru oleh rahasia-rahasia yang lebih dekat di hatinya, `Ingatlah! Menangislah kalian karena Kami’."

Al Junayd berkata, "Tasawuf adalah perang tanpa kompromi." Dia berkata pula, "Para Sufi adalah anggota dari satu keluarga yang tidak bisa dimasuki oleh orang-orang selain mereka." Selanjutnya dia juga menjelaskan lagi, "Tasawuf adalah dzikir bersama, ekstase yang disertai penyimakan, dan tindakan yang didasari Sunnah."

Al Junayd menyatakan, "Kaum Sufi adalah seperti bumi, selalu semua kotoran dicampakkan kepadanya, namun tidak menumbuhkan kecuali segala tumbuhan yang baik. " Dia juga mengatakan, "Seorang Sufi adalah bagaikan bumi, yang diinjak orang saleh maupun pendosa;

juga seperti mendung, memayungi segala yang ada; seperti air hujan, mengairi segala sesuatu. " Dia melanjutkan, "Jika engkau melihat seorang Sufi menaruh kepedulian kepada penampilan lahiriahnya, maka ketahuilah wujud batinnya rusak."

Sahl bin Abdullah berkata, "Sufi adalah orang yang memandang darah dan hartanya tumpah secara gratis."

Ahmad an-Nury berkata, "Tanda seorang Sufi adalah dia merasa rela manakala tidak punya, dan peduli orang lain ketika ada." Muhammad bin Ali al-Kattany menegaskan, "Tasawuf adalah akhlak yang baik. Barangsiapa yang melebihimu dalam akhlak yang baik, berarti la melebihimu dalam tasawuf."

Ahmad bin Muhammad ar-Rudzbary mengatakan, "Tasawuf adalah tinggal di pintu sang kekasih sekalipun engkau diusir." Dia juga mengatakan, "Tasawuf adalah sucinya taqarrub setelah kotornya kejauhan dari-Nya."

Dikatakan, "Orang yang paling kotor adalah seorang Sufi yang amat kikir."

Dikatakan, "Tasawuf adalah tangan yang kosong dan hati yang baik."

Asy-Syibly mengatakan, "Tasawuf adalah duduk bersama Allah swt. tanpa hasrat."

Dikatakan, "Sufi adalah orang yang mengisyaratkan dari Allah swt, sedangkan manusia mengisyaratkan kepada Allah swt." Asy-Syibly mengatakan, "Sufi terpisah dari manusia dan bersambung dengan Allah swt. sebagaimana difirmankan Allah swt. kepada Musa,’Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku’ (Q.s. Thaha: 41), dan memisahkannya dari yang lain. Kemudian Allah swt. berfirman kepadanya, ‘Engkau tidak akan bisa melihat-Ku’." Asy-Syibly juga mengatakan, "Para Sufi adalah anak-anak di pangkuan Tuhan Al-Haq." Katanya, "Tasawuf adalah kilat yang menyala," dan, "Tasawuf terlindung dari memandang makhluk."

Ruwaym berkata, "Para Sufi akan tetap penuh dengan kebaikan selama mereka bertengkar satu dengan yang lain. Tapi segera setelah mereka berdamai, maka tak ada lagi kebaikan pada mereka."

Al Jurairy mengatakan, "Tasawuf berarti kesadaran atas keadaan-keadaan diri sendiri dan berpegang pada adab."

Al-Muzayyin menegaskan, "Tasawuf adalah kepasrahan kepada Al-Haq."

Askar an-Nakhsyaby menyatakan, "Seorang Sufi tidaklah dikotori oleh sesuatu pun, tapi menyucikan segala sesuatu."

Dikatakan, "Pencarian tidaklah meletihkan sang Sufi, dan hal-hal duniawi tidaklah mengganggunya."Ketika Dzun Nuun Al-Mishry ditanya tentang orang-orang Sufi, dia menjawab, "Mereka adalah kaum yang mengutamakan Allah swt. di atas segala-galanya dan yang diutamakan oleh Allah di atas segala makhluk yang ada."Muhammad al-Wasithy mengatakan, "Mula-mula para Sufi diberi isyarat, kemudian menjadi gerakan-gerakan, dan sekarang tak ada sesuatu pun yang tinggal selain kesedihan."

An-Nury ditanya tentang Sufi, dan dia menjawab, "Sufi adalah manusia yang menyimak pendengaran dan yang mengutamakan sebab-sebab yang diridhai." Abu Nashr as-Sarraj ath-Thausy berkata, "Aku bertanya kepada All al-Hushry `Siapakah, menurutmu, Sufi itu?’ Dia menjawab, `Yang tidak dibawa bumi dan tidak dinaungi langit.’ Dengan ucapannya, menurut saya, ini Al-Hushry merujuk kepada nuansa keleburan." Dikatakan, "Sufi adalah orang yang manakala disuguhi dua keadaan atau dua akhlak yang baik, dia akan memilih yang lebih baik diantaranya." Asy-Syibly ditanya, "Mengapa para Sufi itu disebut Sufi?" Dia menjawab, "Hal itu karena adanya sesuatu yang membekas pada jiwa mereka. Jika bukan demikian halnya, niscaya tidak akan ada nama yang dilekatkan pada mereka." Ahmad Ibnul Jalla’ ditanya, "Apakah yang disebut Sufi?" Dia menjawab, "Kita tidak mengenal mereka melalui prasyarat ilmiah, namun kita tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang miskin, sama sekali tak memiliki sarana-sarana duniawi.

Mereka bersama Allah swt. tanpa terikat pada suatu tempat, tetapi Allah swt. tidak menghalanginya dari mengenal semua tempat. Karenanya disebut Sufi." Abu Ya’qub al-Mazabily menjelaskan, "Tasawuf adalah keadaan dimana semua atribut kemanusiaan terhapus." Abul Hasan as-Sirwany mengatakan, "Sufi adalah yang bersama ilham, bukan dengan wirid-wirid yang menyertainya."Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata, "Yang terbaik untuk diucapkan tentang masalah ini adalah, `Inilah Jalan yang tidak cocok kecuali bagi kaum yang jiwanya telah digunakan Allah swt. untuk menyapu kotoran binatang’."Abu Ali pada suatu hari menyatakan, "Seandainya sang fakir tak punya apa-apa lagi yang tersisa selain ruhnya, dan ruhnya itu ditawarkannya kepada anjing-anjing di pintu ini, niscaya tak seekor pun yang akan menaruh perhatian kepadanya." Syeikh Abu Sahl Ash-Sha’luky berkata, "Tasawuf adalah berpaling dari sikap menentang ketetapan Allah swt." Al-Hushry berkomentar, "Sang Sufi tiada setelah ketiadaannya, dan tidak pula tiada setelah keberadaannya."

Ucapan ini tidak mudah dipahami. Kata-kata, "Dia tiada setelah ketiadaannya," berarti bahwa setelah cacat-cacatnya hilang, cacat-cacat itu tidaklah akan kembali. Perkataan, "Tidak pula dia tiada setelah keberadaannya," berarti bahwa dia sibuk bersama Allah swt, tidak akan gugur karena gugurnya makhluk. Seluruh peristiwa dunia tidaklah mempengaruhinya. Dikatakan, "Sang Sufi terhapuskan dalam kilasan yang diterimanya dari Allah." Dikatakan pula, "Sang Sufi terkungkung dalam pelaksanaan Rububiyah dan tertutupi melalui pelaksanaan ubudiyah." Juga dikatakan, "Sufi itu tidak berubah. Tapi seandainya dia berubah, dia tidak akan ternodai." dari sufinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar